Monday, December 24, 2012

Tadabbur Al-Qur'an : QS. Abbasa ayat 21-32

Oleh: Hety Juniawati

“Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.”(‘Abasa: 21) 

Kematian merupakan wasilah antara taklif dengan pembalasan, maka urusan kematian (kesudahan) berada di tangan Zat yang telah menciptakan dan mengakhiri kehidupan tergatung dari kehendak-Nya. Dalam ayat ini, ketika seseorang meninggal dunia Allah memerintahkan kepada manusia yang hidup supaya segera dikuburkan. Dalam ayat ini disebutkan فاقبرة yang maknanya perintah untuk menguburkan bukan mengubur diri sendiri (قبر). Menguburkan mayat merupakan sunnah Islam dalam memperlakukan mayat, juga merupaka bentuk kemuliaan dan penghormatan terhadap manusia yang telah meninggal, yang mana mayat tidak dibiarkan tercampak tergolek di muka bumi sehingga akan tercium baunya, juga tidak akan dimakan burung-burung dan hewan lainnya. Atau ada juga sebagian masyarakat yang membakar mayat ini merupakan perlakuan yang bertolak belakang dengan memuliakan mayat.

“Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.”(‘Abasa: 22) 

Setelah Allah menciptakan manusia secara mengagumkan, lalu menghidupkan lalu mati, setelah itu dibangkitkan dalam kuburnya. Disini Manusia tidak dibiarkan dengan sia-sia, lenyap tanpa perhitungan dan pembalasan, tetapai akan ada perhitungan dan pembalasan sehingga menuntut kita cerdas dalam menghadapi hari esok setelah mati. Dalam ayat ini disebutkan "bila Dia menghendaki" menunjukan bahwa kebangkitan sudah pasti akan terjadi, tetapi masa apabila akana dibangkitkan hanya Alllah yang Maha Tahu. Itu adalah terserah mutlak kepada kekuasaan dan kehendak Allah, walaupun banyak zaman sekarang yang memprediksi dan meramal hari kebangkitan. 

“Sekali-kali jangan, manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. “ (‘Abasa: 23) 

Sekali-kali tidak! Sesungguhnya manusia ini masih banyak kekurangannya, belum menunaikan kewajibannya, belum mengingat dan menyadari asal usul dan kejadiannya dengan sebaik-baiknya, serta belum bersyukur kepada Penciptanya, Pemberinya petunjuk, dan Pemberinya jaminan dengan syukur yang sebenar-benarnya. Mereka juga belum melaksanakan perjalanan di muka bumi untuk mencari persiapan guna menghadapi hari perhitungan dan pembalasan. Demikianlah mereka secara umum, belum melaksanakan dengan sesungguhnya apa yang diperintahkan Allah kepadanya hingga akhir masa hidup mereka. Isyarat ini menggunakan kata ‘belum’. 

‘Hendaklah manusia memperhatikan makanannya. “ (‘Abasa: 24).
 
Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk memperhatikan nikmat luar biasa yang diberikan Allah yaitu makanan, kebanyakan manusia lalai memperhatikan makanannya? Padahal, semua ini adalah salah satu dari sekian hal yang dimudahkan untuknya oleh Sang Maha Pencipta.
Makan adalah sesuatu yang paling lekat dekat dan selalu ada pada manusia. Kita ketahui bahwa allah tidak memberikan satu macam makanan, tetapi sangat beragam makanan telah allah berikan kepada kita. Dalam ayat ini tidak disebutkan satu macam
tetapi ada ada huruf "ف لتفريع " artinya berbagai macam makanan yang Allah berikan kepada manusia .
Tidak hanya memperhatikan bagaimana dengan mudahnya Allah memberikan nikmat makanan kepada kita, tetapi kita juga mesti memperhatikan apakah makanan yang akan kita konsumsi halal atau haram, thayyib, karena dari makanan haram dengan cara yang tidak islami yang masuk kedalam tubuh tempatnya berada di neraka. 

“Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit).”(‘Abasa: 25) 

صب maknanya menurunkan air dengan banyak. Air merupakan sumber kehidupan, kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup. Semuanya berawal dari air. Tidak seorang pun yang mengira bahwa Allah telah menciptakan air ini dalam berbagai bentuknya dan dalam berbagai cerita kejadiannya. Mereka tidak mengira bahwa Allah telah mencurahkannya ke bumi dengan sungguh-sungguh, supaya cerita makanan ini berjalan sesuai alurnya. 

“Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya.” (‘Abasa: 26) 

Ini merupakan kelanjutan tahapan pencurahan air. Kisah ini sangat layak dikemukakan kepada manusia yang mula-mula melihat air tercurah dari langit dengan kekuasaan yang bukan kekuasaan dirinya, dan dengan pengaturan yang bukan dia pengaturnya. Kemudian dia melihat bumi merekah dan tanahnya mengembang. Atau, ia melihat tumbuhan membelah bumi (tanah) dengan kekuasaan Yang Maha Pencipta tumbuh menurut cara dan bentuknya, dan berkembang di udara di atas kepalanya. 

Benih tanaman itu kecil dan kurus, sedang bumi (tanah) di atasnya (yang menindihnya) adalah berat dan berat Tetapi, tangan yang mengaturnya membelahkan bumi untuknya dan membantunya tumbuh menerobos timbunan tanah itu. Padahal, benih (tanaman yang masih berupa bakal batang, bakal daun dan sebagainya) itu kecil, lemas, dan lembut. Ini adalah suatu keajaiban luar biasa yang dapat dilihat oleh setiap orang yang mau merenungkan terbelahnya tanah diterobos oleh tumbuh-tumbuhan untuk tumbuh. Juga dapat dilihat oleh setiap orang yang merasakan adanya kekuatan yang mutlak di baliknya, kekuatan yang halus dan tersembunyi dalam tumbuhan yang lembek dan lemas itu.
8 kenikmatan yang Allah berikan kepada kita (ayat 27-31) 

”Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu.” (‘Abasa: 27) 

Ini meliputi semua biji-bijian yang dimakan oleh manusia dalam semua wujudnya dan dimakan oleh binatang dalam semua keadaannya. Contoh gandum, jagung, padi. 

“Anggur dan sayur-sayuran. “ (‘Abasa: 28) 

“Inab ” atau anggur itu sudah popular rasanya yang manis, bentuknya yang menarik dan khasiat yang luar biasa untuk kesehatan dan kecantikan , dan “gadhb” adalah segala sesuatu yang dimakan dalam keadaan basah dan lembab yang berupa sayuran yang dipotong sekali sesudah kali lain.contohnya ketimun. 

“Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan.” (‘Abasa: 29-31) 

Zaitun dan kurma sudah sangat populer di kalangan orang Arab. ‘Hadaaiq’ adalah bentuk jamak dari “hadiiqah”, yakni kebun-kebun yang memiliki pohon-pohon buah yang dipagari dengan pagar untuk melindunginya. “Ghulban ” adalah jamak dari ghulba’, artinya besar, luas, dan banyak pepohonannya. Buah-buahan dari kebun-kebun dan “al-abb” yang menurut dugaan kuat adalah sesuatu yang dimakan oleh binatang ternak (yakni rerumputan). Inilah yang ditanyakan oleh Umar ibnul-Khaththab tetapi kemudian dia mencela dirinya sendiri sebagaimana disebutkan dalam membicarakan surah an-Naazi’aat, dan kami tidak menambah pembicaraan lagi tentang ini. 

“Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”(‘Abasa: 32) 

Sehingga, berakhirlah semua kesenangan ini pada suatu masa, yang telah ditentukan Allah ketika Dia menentukan kehidupan. Setelah itu terjadilah urusan lain sebagai akibatnya Suatu urusan yang sudah selayaknya direnungkan manusia sebelum terjadi. 

Referensi : berbagai sumber

0 komentar:

Post a Comment