Tuesday, October 4, 2011

Qs. Ath- Thâriq ayat 1-10

Oleh : Hety Juniawati


1.Muqadimah

Surat At-Thâriq dalam mushaf Al-Qur’an adalah surat ke-86, dan surat ke-36 berdasarkan urutan turunnya, diturunkan setelah surat Al-Balad dan sebelum Surat Al-Qomar, termasuk ke dalam surat Makiyyah, dan terdiri atas 17 ayat.

Dinamai “At-Thâriq” (Yang Datang Malam Hari) diambil dari perkataan “At-Thâriq” yang terdapat pada ayat 1 dalam surat ini. Dalam riwayat imam ahmad dari abu hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. sering membaca surat al-buruj dan ath-thariq pada waktu shalat isya.
Maksud diturunkannya surat Ath- Thâriq sebagai dalil atas keesaan Allah Swt. dan kesempurnaan kuasa-Nya. Surat ini mengandung banyak hikmah, menunjukan keluasan ilmu Allah dan sebagai penguat bahwasnya Al-Qur’an itu dari Allah.


2.Asbâbul Nuzul

Diriwayatkan Abu Shalih dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah Saw. duduk bersama Abu Thalib, tiba-tiba ada bintang jatuh, kemudian bumi menjadi terang olehnya, Abu Thalib kaget dan bertanya kepada nabi, apakah itu? Kemudian nabi menjawab: ”Ini adalah bintang yang dilemparkan, dia termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah”, maka Abu Thalib terheran-heran, kemudian Allah menurunkan Was-samaai wath thâriq (QS Ath-Thariq).

Dan dari Khalid bin abi Jabal Al-Adwani ia melihat Rasulullah Saw. di Pasar Saqif beliau sedang berdiri sambil memegang tongkat atau busur ketika itu datang sahabat-sahabatnya meminta bantuan kepadanya, maka ia mendengar Rasulullah saw membaca “Wassamai wat- Thâriq” sampai selesai. Khalid al-Adwani berkata, ”Saya memahami surat tersebut pada zaman Jahiliyah dan aku membacanya disaat sudah memeluk Islam.”

3.Tafsir Qs. Ath- Thâriq
وَالسَّمَآءِ وَالطَّارِقِ {1}
“Demi langit dan yang datang pada malam hari,”

Allah Swt. bersumpah dengan dua sumpah yaitu, (as-samâ’) langit serta dengan suatu benda langit yang disebut ath-thâriq. Istilah ini berasal dari kata kerja tharaqa yang artinya “mengetuk”, satu akar kata dengan thariiq (“jalan; tempat kaki mengetuk”) dan mithraq (“palu; alat pengetuk”). Dalam bahasa Arab sehari-hari, istilah thaariq digunakan untuk menyebut tamu yang jarang muncul dan tiba-tiba datang di malam hari,
Thâriq adalah isim fail dari thuruq dan maksudnya disini bintang yang nampak pada malam hari di atas langit.

وَمَآأَدْرَاكَ مَاالطَّارِقُ {2}
“Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?”

Dalam sebuah keterangan disebutkan bahwa firman Allah Swt. menggunakan kalimat wa mâ adrâka (“tahukah kamu”) diwahyukan 12 kali dan termaktub dalam 10 Surat yaitu :

(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ ﴿القارعة: ٣﴾ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ ﴿القارعة: ١٠﴾
(3) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ ﴿المدثر: ٢٧﴾
(4) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ ﴿المطففين: ٨﴾ (5) وَمَا أَدْرَاكَ مَا عِلِّيُّونَ ﴿المطففين: ١٩﴾
(6) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ ﴿الطارق: ٢﴾
(7) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ ﴿الهمزة: ٥﴾
(8) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ ﴿البلد: ١٢﴾
(9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ ﴿الحاقة: ٣﴾
(10) وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ ﴿الإنفطار: ١٧﴾
(11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الْفَصْلِ ﴿المرسلات: ١٤﴾
(12) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿القدر: ٢﴾

Saya baca di kitab tafsir Thanthowi 13 kali, terus saya search dalam program pencari kata dalam al Qur’an ada 12 kali, mungkin yang dimaksud 1 lagi adalah tsumma mâ adrâka yaumu din. Kalimat wa mâ adrâka semuanya pasti ada khabarnya kecuali Qs. Al-Hâqqoh.

Kalimat wa mâ adrâka (“tahukah kamu”) digunakan untuk menujukan perkara yang agung, dimana menuntut kita untuk lebih memahami dan mendalaminya, juga digunanakan untuk mempertegas istilah-istilah yang unik. Biasanya wa mâ adrâka digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hari kiamat (yaumud-diin, yaumul-fashl, hâqqah, qâri`ah) atau azab neraka (saqar, sijjiin, haawiyah, huthamah) atau sesuatu yang misteri seperti lailatul-qadr. Satu-satunya benda langit yang dijelaskan dengan wa mâ adrâka hanyalah thâriq.

النَّجْمُ الثَّاقِبُ {3}
“(yaitu) bintang yang cahayanya menembus”

Ayat ini Sebagai penjelasan dan tafsier untuk kata ath-thariq. Dan sebagai jawaban dari ayat sebelumnya, tsaqib itu adalah bintang terang yang cahayanya menembus kegelapan langit sehingga terlihat dari bumi.
Atau bisa di ringkaskan apakah ath-Thâriq itu? Ia adalah bintang yang cahanya menembus.

إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ{4}
“tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.”

Kata حَافِظٌ (penjaga) multi tafsier : ada yang mengatakan sekelompok malaikat, yang ditugaskan untuk menjaga manusia, dan mencatat amal perbuatannya, yang baik maupun buruk. Untuk kelak dibalas atas perbuatannya itu (Malaikat Raqib dan Malaikat Atid). Imam Qotadah berkata, “Setiap manusia ada malaikat yang bertugas untuk menjaga rizki, amal baik dan buruk serta ajalnya.” Pada Qs. Ar-Ra’du ayat ke 11 Allah Swt. dengan tegas mengatakan bahwa “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” Dalam ayat yang lain dijelaskan : “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qs. Qâf: 18).

Dan ada yang mengatakan حَافِظٌ (penjaga) disana Allah Swt. Dan ada yang mengatakan حَافِظٌ disana adalah akal yang menuntunnya pada kemaslahatan.

Maka maksud dari ayat ini bahwasanya amalan manusia benar-benar terekam atau tertulis, akan dihisab, dan dibalas atas perbuatannya apakah ia berhak mendapatkan pahala atau siksa.
فَلْيَنظُرِ اْلإِنسَانُ مِمَّ خُلِقَ {5} خُلِقَ مِن مَّآءٍ دَافِقٍ {6} يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَآئِبِ {7}
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.”

Ayat 5-7 ini memberikan isyarat kepada setiap manusia untuk memperhatikan asal-muasal penciptaannya. Semua manusia dari keturunan Adam dan Adam dari tanah. “Kemudian manusia berkembang dari dua insan suci ( yaitu Adam dan siti Hawa )”(QS. An-Nisa: 1). Dalam ayat yang lain : “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina” (QS. Al Mursalat: 20 ) yaitu sperma laki-laki yang dipancarkan dengan kuat sehingga bertemu dengan ovum dan terjadilah pembuahan kemudian Allah tempatkan disuatu tempat (rahim) sampai saatnya nanti ia siap untuk lahir (kurang lebih 9 bulan). Firman Allah Swt : “Dan pada penciptaan diri kalian, apakah kalian tidak memperhatikan” (QS. Adz-Dzâriyat: 21).

Kata خُلِقَ (diciptakan) menggunakan bentuk pasif, yakni tidak menyebut siapa pelaku penciptaan, sebagai perintah untuk merenungi dan memikirkan ciptaannya, bukan dzat yang menciptakannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. Tafakkaruu fi kholqillah, walâ tafakkaruu fi dzâtillah. Renungkanlah tentang ciptaan Allah, jangan renungkan tentang dzat Allah. Dengan demikian pikiran terpusat sepenuhnya untuk menyadari asal usul penciptaan, supaya dapat mengambil hikmah dan tujuan di balik penciptaan manusia
Maksud دَافِقٍ air sperma laki-laki yang terpancar dan tertuang dengan begitu cepatnya ke dalam rahim. Di dalam tulang punggung itu terkumpul sperma laki-laki, dan di dalam tulang dada bagian atas terkumpul sperma perempuan.
Al-Hafizh Ibnu Katsier rahimahullaah berkata: “Firman Allah Swt. : Ia diciptakan dari air yang terpancar, yakni air yang keluar dengan terpancar dari laki-laki dan wanita. Maka akan lahirlah anak dari keduanya dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: yang keluar dari antara tulang sulbi dan dada, yakni tulang sulbi laki-laki dan dada wanita.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1500).
Anak Diciptakan dari Air Mani Kedua Orang tuanya
Adam ‘alaihissalaam, bapak segenap manusia, diciptakan Allah Swt. dari tanah. Kemudian anak turunannya diciptakan dari mani, sebagaimana dikabarkan Allah Swt. dalam Tanzil-Nya tentang perbuatan-Nya yang agung:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani).” (As-Sajdah: 7-8)
Allah Swt. Berfirman :
إِنَّا خَلَقْنَا الإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dari nuthfah amsyaj (yang bercampur).” (Al-Insân: 2) (Taudhihul Ahkami min Bulughil Maram, 1/273)
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullaah menerangkan: مِنْ نُطْفَةٍ yakni air mani laki-laki dan air mani wanita. Sedangkan أَمْشَاجٍ maknanya bercampur. Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, Mujahid, dan Ar-Rubayi’ mengatakan: “Mani laki-laki dan mani wanita bercampur di dalam rahim, maka darinyalah terbentuk anak.” (Ma’alimut Tanzil, 1/395)
Asy-Syaikh ‘Athiyyah Salim rahimahullaah menukilkan tafsir Surat Al-Insân di atas dari gurunya Al-‘Allamah Asy-Syinqithi rahimahullâh dengan menyatakan: “Dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang asal penciptaan manusia. Ia memiliki tahapan-tahapan dalam wujudnya, setelah berupa nuthfah (air mani) berubah menjadi ‘alaqah (segumpal darah) kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging), kemudian ia berubah menjadi makhluk yang lain. Semua itu terjadi dari sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya, sebagaimana Dia Yang Maha Tinggi berfirman:
وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْئًا
“Sesungguhnya telah Aku ciptakan engkau sebelum itu, padahal engkau waktu itu belum ada sama sekali.” (Maryam: 9) (Tatimmah Adhwa’il Bayan, 8/648)
Dari mani inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan anak turunan Adam ‘alaihissalaam berkembang biak dan berketurunan. Generasi yang satu melahirkan generasi berikutnya, demikian seterusnya.
Bagaimana Anak Bisa Mirip dengan Orang tuanya ataupun keluarganya ?
Kita saksikan pada anak-anak yang dilahirkan oleh sepasang suami istri, ada yang mirip dengan ayahnya, ada yang mirip dengan ibunya. Atau tidak mirip dengan ayah dan ibunya, namun mirip dengan nenek atau pamannya, dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu. Kenapa demikian? Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan rahasianya dalam hadits-hadits beliau. Perhatikanlah!
أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هَلْ تَغْتَسِلُ الْمَرْأَةُ إِذَا احْتَلَمَتْ وَأَبْصَرَتِ الْمَاءِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقَالَتْ لَهَا عَائِشَةُ: تَرِبَتْ يَدَاكِ وَأَلَّتْ. قَالَتْ: فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعِيْهَا، وَهَلْ يَكُوْنُ الشَّبَهُ إِلاَّ مِنْ قِبَلِ ذَلِكَ، إِذَا عَلاَ مَاؤُهَا مَاءَ الرَّجُلِ أَشْبَهَ الْوَلَدُ أَخْوَالَهُ، وَإِذَا عَلاَ مَاءُ الرَّجُلِ مَاءَهَا أَشْبَهَ أَعْمَامَهُ
‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata: Ada seorang wanita berkata kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah wanita harus mandi bila ia ihtilam dan melihat keluarnya air (mani)?” Rasulullah menjawab: “Ya.” ‘Aisyah berkata kepada si wanita yang bertanya: “Taribat yadaak” (semoga engkau terkena tombak).” Rasulullah berkata kepada ‘Aisyah: “Biarkan dia (bertanya demikian), dari mana terjadi syabah (kemiripan anak dengan orang tuanya/ibunya) kecuali dari air mani itu. Apabila maninya mengungguli (‘uluw) mani laki-laki (suaminya) maka anaknya (yang lahir) serupa dengan akhwalnya (paman-paman/keluarga dari pihak ibu). Sebaliknya bila mani laki-laki (suami) mengungguli mani istrinya maka anak yang lahir serupa dengan a’mamnya (paman-paman/keluarga dari pihak ayah).” (HR. Muslim).
Dari air mani juga, anak bisa serupa dengan ayah atau dengan ibunya ataupun dengan keluarga ayah maupun keluarga ibunya. Sebagaimana ditegaskan Rasululah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika ada yang meragukan bahwa wanita juga dapat keluar mani:
نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُوْنُ الشَّبَهُ؟
“Iya, lalu dari mana anak bisa serupa (dengan orang tuanya?”( HR. Muslim)
فَبِمَا يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا؟
“Maka dengan apa anaknya bisa serupa dengan ibunya?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setelah membawakan lafazh hadits: نَعَمْ، فَمِنْ أَيْنَ يَكُوْنُ الشَّبَهُ؟, Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullaah berkata: “Ini merupakan pertanyaan pengingkaran (istifham ingkari). Dan penetapannya adalah bahwa anak itu terkadang mirip dengan ayahnya, dan terkadang ada yang mirip dengan ibu dan keluarga ibunya. Mana di antara dua mani itu (mani ayah atau mani ibu) yang dominan, maka kemiripan anak kepada yang dominan.” (Subulus Salam, 1/133)
Dan wanitapun mengeluarkan air mani
Dari keterangan ayat dan hadist diatas, juga dapat diketahui bahwa bukan hanya laki-laki saja yang mengeluarkan mani (sperma), baik dalam keadaan tidur (karena mimpi/ihtilam) ataupun terjaga, dengan syahwat ataupun tidak. Tetapi wanitapun mengeluarkan air mani. Dalam sebuah hadist, ketika Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha istri Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ، هَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا هِيَ احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ، إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu (untuk menerangkan) kebenaran. Apakah wajib bagi wanita untuk mandi apabila ia ihtilam?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Iya, bila ia melihat air (mani saat terjaga dari tidurnya). (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hanya saja warna dan sifat mani wanita berbeda dengan mani lelaki, seperti keterangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
إِنَّ مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيْظٌ أَبْيَضُ وَمَاءَ الْمَرْأَةِ رَقِيْقٌ أَصْفَرُ
“Sesungguhnya mani laki-laki itu kental putih sedangkan mani wanita encer berwarna kuning.”( HR. Muslim).
Al-Imam Al-Mawardi rahimahullaah berkata: “Ketahuilah, sifat mani laki-laki berbeda dengan mani wanita. Mani laki-laki (berwarna putih) kental, bau/aromanya seperti bau mayang pohon kurma. Sifat ini ada bila keadaan (si lelaki) normal dan sehat. Terkadang dapat berubah karena sakit yang diderita, karena faktor makanan, dan banyak melakukan jima’. Adapun mani wanita berwarna kuning encer, tidak mengandung aroma mayang pohon kurma.” (Al-Hawil Kabir, 1/214)
Al-Imam Nawawi rahimahullaah menambahkan bahwa mani itu keluar dengan memancar, curahan demi curahan, keluarnya dengan syahwat dan terasa nikmat saat keluarnya, diikuti dengan melemahnya badan. Aromanya seperti mayang pohon kurma yang hampir mirip dengan bau adonan. Jika kering baunya seperti bau telur. (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 2/120)

Dengan demikian ada tiga kekhususan mani yang bisa dijadikan sandaran untuk membedakannya dari yang lain:
1.Keluarnya dengan syahwat diikuti dengan melemahnya badan
2.Aromanya seperti aroma mayang pohon kurma dan bau adonan
3.Keluarnya dengan memancar
Adapun mani wanita, terkadang memutih karena kuatnya. Dalam hal ini terdapat kekhususan, yakni saat keluarnya terasa nikmat dan diikuti dengan melemahnya syahwat. Ar-Rauyani berkata: “Aromanya seperti aroma mani laki-laki.” Berdasarkan hal ini berarti mani wanita memiliki dua kekhususan yang bisa dikenali dengan keberadaan salah satunya. (Al-Majmu’, 2/160-161)
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرُُ{8}
Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).
Mengenai ayat ini ada dua pendapat yaitu:
1.kuasa untuk mengembalikan manusia yang diciptakan dari air mani yang terpancar itu ke tempat semula, tempat di mana ia pertama kali keluar, dan Dia sangat mampu untuk melakukan hal tersebu. Demikian yang dikatakan mujahid Ikrimah dan lain-lain
2.kuasa untuk mengembalikan manusia yang diciptakan dari air mani yang terpancar itu, yaitu mengembalikan dan membangkitkan manusia hidup sesudah kematiannya ke alam akhirat, maka Dia sangat mampu untuk melakukan hal itu, Sebab Rabb yang mampu mengawali penciptaan maka pasti akan sanggup untuk mengembalikannya. Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Adh- Dhahhak dan menjadi pilihan ibnu Jarir.
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَآئِرُ {9} فَمَالَهُ مِن قُوَّةٍ وَلاَنَاصِرٍ {10}
Pada hari dinampakkan segala rahasia, Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong.
Pada hari Kebangkitan, akan ditampakkan dengan sangat mudah semua rahasia yang tersembunyi sehingga benar- benar nyata. Dengan demikian siapa pun yang ditampakkan rahasianya tidak memiliki kekuatan sedikitpun yang bersumber dari dirinya, tidak pula dari seorang penolong yang dapat menolongnya untuk mempertahankan rahasia dan menampik ketetapan Allah.

4.Penutup

Adapun pelajaran yang dapat dipetik dari ayat 1-10 Qs. Ath- Thariq :
1.Hikmah dari sumpah Allah atas nama makhluknya adalah agar manusia senantiasa berfikir dan merenungkan ciptaan Allah, seperti bintang yang diciptakan tidak hanya sebagai hiasan langit tetapi ia juga berfungsi sebagai alat pelempar syethan “Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan”(QS. Al-Mulk :5) demikian juga ia sebagai alat penentu arah “dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. “(QS. An-Nahl: 16)
2.Setiap manusia tidak luput dari pengawasan Allah Swt. Di mana ada malaikat yang senantiasa menjaganya, oleh karena itu kita harus melakukan amal-amal kebajikan, dan terus berdoa agar terhindar dari perbuatan maksiat.
3.merenungkan asal kejadian diri sendiri yaitu dari air mani agar menghilangkan sifat sombong dan takabur.
4.Allah Swt. kuasa menghidupkan manusia kembali pada hari kiamat, tidak ada kekuatan yang dapat menolong selain Allah Swt.

Wallahu a’lam bish-shawab

5.Referensi
1.Al- Qur’an dan terjemahannya
2.Tafsier Ibnu Katsier
3.Tafsier al- Qurthubi
4.Tafsier al- Washith
5.http://kabutfajar.wordpress.com/2011/01/23/dari-air-yang-terpancar/

0 komentar:

Post a Comment